Kamis, 21 Mei 2020

MENGANTAR RAMADHAN KEMBALI PULANG

REKLEKSI PELEPASAN RAMADHAN
Oleh: Mochammad Nasrudin, S.Psi. (Monas) 
Konsultan Psikologi dan Agama Islam - Karimun - Kepri


Mochammad Nasrudin, S.Psi.

MAUKAH ANDA MENJADI PENGANTAR RAMADHAN KEMBALI PULANG?


Kalau ada tamu penting dari jauh datang ke rumah kita, lalu mereka hendak pamit pulang, bagaimanakah sikap Anda? Sikap pertama, apakah Anda akan melepaskannya biasa-biasa saja? Melepaskannya dari rumah kita dengan sikap datar, cemberut, marah, atau malas? Ataukah Anda akan memilih sikap kedua, yakni kita akan melepaskannya dengan perasaan sukacita, dan  kehilangan? Sehingga kita akan mengantarkan tamu istimewa tersebut, tidak hanya cukup dari rumah saja. Namun, kita akan mengantarkannya  hingga ke pelabuhan atau ke bandara sekalipun. Ini kita lakukan karena ia adalah sangat istimewa bagi kita.



Jika sikap pertama yang Anda tunjukkan, tentu saja tamu tersebut tidaklah istimewa bagi Anda. Tidak berkesan dalam hidup Anda. Bahkan cenderung membebani diri Anda. Sehingga Anda tidak melepaskannya secara istimewa. Anda hanya akan mengantarkannya dari pintu rumah saja, tanpa merasakan ada sesuatu yang istimewa darinya. Bahkansangat jauh bila Anda  akan meluangkan waktu khusus baginya, demi mengantarkannya kembali.



Sebaliknya, jika Anda memilih sikap kedua, tentu saja tamu ini benar benar istimewa bagi Anda. Anda tidak cukup mengantar dari pintu rumah dengan perasaan biasa-biasa saja,. Namun, Anda akan mengantarkannya dengan perasaan istimewa. Meluangkan waktu khusus untuk dapat mengantarkannya hingga ke pelabuhan atau ke bandara karena begitu istimewanya tamu ini bagi Anda. Tidak  cukup Anda mengantarkannya dengan sikap terbaik dan terhormat, Anda juga akan larut dalam kesedihan. Bahkan Anda akan memeluknya erat seakan tidak mau melepaskannya dengan mudah.



Kedua pilihan sikap dari pertanyaan di atas yang saya pertanyakan kepada Anda, karena saya ingin Anda dan saya pribadi merefleksikan ilustrasi di atas terhadap bulan Ramadhan yang akan berlalu dari hidup kita. Ramadhan akan berpamitan sebentar lagi, tentu sikap kita akan tergambar dari dua sikap di atas.



Jika Ramadhan kita anggap istiwewa, tentu kita tidak akan melepaskannya dengan perasaan datar dan biasa biasa saja. Kita tidak akan melepaskannya sebagaimana mengiringi kepergian orang yang kita sayangi. Janganlah kita melepaskannya dengan perasaan acuh padanya. Bagaimana seseorang menghargainya, hal ini akan terlihat saat ia melepaskan kepergiannya. Ramadhan hendak berlalu, namun kita sibuk dengan urusan dunia lainnya, sibuk ngurusi kue, sibuk ngurusi baju baru, dan sibuk dengan persiapan lebaran lainnya secara berlebihan. Sehingga hati kita tidak ada ta'dhim secara khusus untuk melepaskan Ramadhan yang istimewa ini.



Ramadhan mau berlalu dan berpamitan. Mari sejenak kita meluangkan waktu demi menghormatinya. Bukan malah kita acuh dan terus sibuk dengan urusan kita masing-masing, tetapi kita akan  mengantarkan kepergian dari sesuatu yang telah mendatangkan rahmat dan kasih sayang-Nya. Mari kita mengantarkannya dengan perasaan yang teristimewa. Yaitu dengan beribadah secara khusus, menangis di tengah malam hingga menjelang kepergiannya di sore, esok hari. Hadirkan perasaan sedih dan haru kita tidak mau berpisah dengannya. Kita tunjukkan dengan beribadah super intens kepada Allah. Entah kan kita dapat bertemu lagi dengannya di tahun mendatang?

Apalagi dengan adanya ujian pandemi dari mewabahnya virus Covi-19 (Corona) yang merupakan rahmat bagi orang beriman ini, harusnya membuat kita tidak lagi berpikir terlalu duniawi, untuk sibuk ngurusi kue dan baju lebaran, namun kondisi seperti ini harusnya dapat menolong kita untuk sedikit lebih condong ke Allah daripada condong dengan urusan  duniawi seperti masa masa sebelumnya.


Semoga catatan renungan saya ini bisa menjadi refleksi bagi kita bersama untuk melepaskan Ramadhan dengan perasaan khusus dan ibadah lebih intensif sebagaimana yang dicontohkan para ulama salafussholeh terdahulu. Karena saat ini langit, bumi, dan para malaikat sedang menangis karena berpisah dengan Ramadhan, akankah kita akan ikut menangis melepaskan ramadhan yang istimewa ini. Minimal jika kita belum tersentuh untuk melepas kepergian ramadhan. Minimal kita siapkanlah waktu khusus kita dengan ibadah terbaik untuk melepaskannya.



Selamat hari raya 'Idul Fitri. Mohon maaf lahir dan batin. Semoga kita akan kembali ke 'Idul Fitri dengan kebersihan hati dan dosa dosa yang terampuni. Amin ya Rabbal 'aalamiin.



Mochamad Nasrudin sekeluarga๐Ÿ˜ญ๐Ÿ˜ญ๐Ÿ˜ญ๐Ÿ™๐Ÿ™๐Ÿ™๐Ÿ™

1 komentar: