Senin, 04 Mei 2020

PENGALAMAN MENULIS DI PENERBIT MAYOR


Materi :

Pengalaman Menulis di Penerbit Mayor


Resume perkuliahan Online 
Grup Whatsapp Belajar Menulis Gelombang 8
Senen, 4 Mei 2020
Bersama Drs. Ukim Komarudin, M.Pd.
Penulis Buku 'Guru Juga Manusia'

(Penulis : Hamdani)





“Ada kehebatan dari seorang penulis. Ia jelas ekspresinya. Ia juga punya daya jangkau dakwah yang lebih luas dalam menebar kebaikan. Ia juga punya legacy atau warisan untuk pertinggal jejak kebaikannya, yakni tulisannya. Menulislah, setiap hari. karena anda akan menemukan kebahagiaan; menulis berarti kita MENCIPTAKAN SEJUMLAH KEBAIKAN.” (Ukim Komarudin)
Kali ini pertemuan perkuliah online sedikit berbeda dengan sebelumnya. Ukim mempersilakan bagi para penanya untuk langsung  japri ke 08880940- -68 dengan ketentuan terlebih dahulu menyebutkan nama serta daerah masing-masing. Setiap penanya pun diberikan kesempatan untuk mengajukan pertanyaannya hanya sekali.
§  Menulis Sebagai Tempat Curhat dan Berkisah
Bagi sang Penulis buku berjudul 'Guru juga Manusia' menulis itu adalah sebuah ekspresi pribadi. Oleh karena itu, ia merasa sangat penting untuk memiliki tempat mencurahkan segala kegelisahan atau apapun bentuknya. lalu ia menemukan menulis sebagai sarana yang tepat buatnya. Ia pun tak pernah merasa khawatir, terkait dengan kualitas tulisannya. Dan ia pun tidak perduli  dengan ragam atau apa yang menjadi trend di masyarakat. Pokoknya ia harus menulis. Menulis baginya adalah kebutuhan. Ia merasa menemukan sesuatu yang lebih tentang dirinya dengan menulis. Demikian hal itu terus berjalan hingga jika tidak dilakukan, ia merasakan seperti ada sesuatu yang hilang. Demikianlah ia terus menulis dengan jujur, sejujur-jujurnya dan apa adanya.
Selain menulis tentang apa adanya, ia pun menulis apa saja. Karena sebagai guru, ia menulis terkait pelajaran, beragam kegiatan berupa proposal, liputan kegiatan yang harus dituliskan di majalah, dan menulis di buku harian. Begitu setiap saat diisinya dengan menulis.
Hingga sampai suatu hari, tulisan-tulisan itu mulai dilirik orang-orang terdekatnya, yang dalam hal ini adalah teman-teman guru. Satu dua teman berkomentar bahwa tulisannya bagus. Istilah mereka, tulisannya emotif. Kata mereka juga, tulisannya dapat membuat pembaca larut dalam cerita. Ada juga yang mengatakan bahwa bahasanya sederhana dan mudah dicerna oleh pembaca. Ada juga yang mengaku bahwa sepenggal tulisannyaa dapat dijadikan ceramah atau kultum, dan sebagainya.
§  Menghimpun yang Berserak


Bermula dari komentar-komentar teman dan sahabat, Ukim Komarudin  mencoba membukukan tulisan-tulisannya yang selama ini bercerita tentang semua kejadian yang dialaminya. Tulisan itu terlebih dahulu telah dituangkannya di dalam buku hariannya. Ada beragam kejadian, tetapi tema besarnya, yang ia tuliskan merupakan pelajaran seorang dewasa (guru) dari anak-anak "cerdas" yang menjadi siswanya. Oleh karena tulisan itu beragam kejadian, beragam waktu, dan dari beragam tokoh, maka ia menuliskan judul buku pertamanya tersebut, 'Menghimpun yang Berserak' Sebuah usaha untuk mengumpulkan segenap mutiara yang berserakan dalam kehidupan yang sangat bermanfaat baginya dan semoga bermanfaat pula buat orang lain (pembaca).
Demikianlah waktu itu, ia yang kebetulan menjadi penanggung jawab penerbitan buku di sekolahnya menyisipkan karya pribadi sendiri. Selain karya bersama (berlima) menulis dan berupaya membuat buku mata pelajaran.
Hingga suatu ketika, ia diinterview terkait dua bagian bukunya. Pertama, buku bersama yakni buku mata pelajaran. Kedua, buku pribadi saya, "Menghimpun yang Berserak." Dalam kesempatan interview itulah ia banyak mendapatkan pengetahuan terkait tips dan trik menerbitkan buku.
§  Pengalaman yang Mengajarkan Arti Kesabaran
Dari sini, ia banyak mendapatkan pelajaran menyangkut hal-hal yang tadinya tidak terpikirkan olehnya. Pelajaran atau informasi yang diperolehnya itu, awalnya membuat ia  tidak nyaman karena menabrak prinsip menulisnya. Umpamanya, Apakah ketika ia menulis buku tentang Menghimpun yang Berserak’ ini sudah memperkirakan akan laku di pasaran? Kalau sudah ada,  apakah bukunya mempunyai nilai tambah sehingga pembaca melirik dan membeli bukunya? Untuk kepentingan pasar, Apakah ia juga bersedia apabila beberapa hal terjadi penyesuaian (diganti)? Begitulah seterusnya ia harus mendengarkan dan menjawab beberapa pertanyaan penerbit. “Terus terang, kala itu saya merasa kurang nyaman dengan interview itu. Saya merasa diam-diam mulai dipenjara.” Ungkapnya. “Inikan ekspresi pribadi saya, mengapa orang lain bisa mengatur hal-hal yang sangat privasi? Menyebalkan!” Begitu, uneg-unegnya setelah pulang dari interview.
Ukim  tersadar telah mendapatkan ilmu pengetahuan yang lebih.  Ia lalu diingatkan oleh seorang teman tentang tim yang akan bekerja sehingga karyanya dapat dinikmati orang banyak. Ada editor yang menjadi garda terdepan untuk menentukan naskah itu layak diterbitkan atau sebaliknya. “Naskah saya sepertinya  punya potensi dan layak untuk diterbitkan. Tetapi sebagai pemula, karya saya memang harus dipoles di sana sini,” ungkap Ukim mengulangi ucapan temannya.
Seandainya naskah bisa melewati tangan editor, maka proses sampai jadi buku akan mengalami banyak hal. Ada bagian pembuatan gambar sampul, ilustrasi, photo jika diperlukan, tata letak, dan lainnya. Yang jelas, semuanya merupakan tim bagi Ukim. “Kasarnya, semuanya akan menyukseskan dirinya.” Begitu temannya terus meyakinkannya.


Semangat itulah yang kemudian membuatnya melakukan pertemuan dengan penerbit. Selain hal-hal yang umum tentang buku mata pelajaran yang ditulis bersama itu, Ukim mengkhususkan pikirannya untuk merampungkan menulis buku ‘Menghimpun yang berserak’. Yang menenangkan kemudian, editor menceritakan bahwa semua hal menyangkut bukunya selalu dalam konfirmasi. Artinya, semuanya akan terjadi jika saya  menyetujuinya.
Demikian tulisan Ukim terus menjalani proses menuju penerbitan. Hingga akhirnya tiba pada proses sebelum naik cetak.  Sesuatu hal yang sangat penting dalam proses kreatifitas dirinya. yakni menerima dami atau calon buku yang sama persis jika akhirnya bisa dicetak. Ia gembira sekali menerima dami itu. Terus terang saking gembiranya, saya menandatangani saja kontrak kerjasama tanpa membaca persentase yang kelak saya terima”. Imbuhnya bahagia. Ia tidak begitu peduli karena motivasi dirinya menulis bukan untuk hal tersebut.
Akhirnya, ia mendapat konfirmasi beberapa ketentuan terkait dengan diterbitkannya bukunya. Pertama, ia menerima buku pribadi yang jumlahnya 5 buku. Buku tersebut berstempel tidak diperjual belikan. Kedua, ia diajak bicara terkait dengan teknis launching Buku ‘Menghimpun yang Berserak’. Ini adalah soal tentang bagaimana bukunya bisa laku. Ia juga diberitahukan tentang teknis penerbitan buku oleh penerbit sendiri. Penerbit akan terlebih dahulu menerbitkan sejumlah bukunya. Dalam waktu 6 bulan kemudian penerbit baru akan memberikan royaltinya.
§  Strategi Pemasaran Buku

Selanjutnya dalam upaya memasarkan bukunya, Ukim yang juga sebagai seorang pembicara menjual bukunya pada kesempatan menyampaikan materi diskusi atau seminar. Setelah itu, ada beberapa kesempatan menerbitkan buku kembali, yang kedua, ketiga, keempat, dan seterusnya hingga yang menjelang terbitnya buku ‘Arief Rachman Guru’. Pengalamannya menerbitkan buku melalui penerbit, lebih kurang sama saja “Semuanya mirip-mirip pengalamannya dengan penerbit,” jelasnya
§  Tanya Jawab Seputar Kepenulisan dan Penerbitan Buku
Masuk pada sesi menjawab pertanyaan peserta, Ukim langsung disodorkan dengan pertanyaan dari Ratna dari Sigli Aceh. ingin menanyakan bagaimana  kriteria layak atau tidaknya sebuah buku dapat di terbitkan oleh penerbit terutama buku pelajaran. Ukim menjawab tentang adanya kriteria yang dianggap buku layak untuk diterbitkan.

Khususnya terkait buku mata pelajaran, biasanya penerbit mencari buku-buku:
(1)  menunjukkan penggunaan pendekatan baru;
(2)  lebih lengkap;
(3)  penulisnya memang berkualifikasi luar biasa;
(4)  Naskah renyah (enak dibaca) dan;
(5) diutamakan dari hasil penelitian lembaga-lembaga pendidikan terbaik.
Lalu, Pak Syukri dari SMAN (Unggul) Dharmasraya Padang, bertanya pula tentang pengalaman Ukim dalam tulis menulis terkait jeda waktu tulisannya mulai dilirik dan bagaimana latar belakang buku “Guru Juga Manusia’ karyanya bisa best seller? 
Duhh.., Pak Syukri ini kreatif sekali. Pertanyaan benar-benar diborongnya hingga terpaksa saya pendekkan demi langsung mendengar jawaban dari Bapak Ukim Komaruddin. Pertama Ukim menjawab, paling lama 6 bulan, jika tidak ada kabar, ia harus berpindah ke lain hati (penerbit lain) atau naskah bisa juga naskahnya yang direvisi ulang. Buku Guru juga Manusia bisa terjual banyak karena bantuan publikasi media sosial yang saat itu sudah mulai menggejala. Untuk buku berikutnya, ia lebih banyak mendapatkan berkah dari media sosial.
Ukim membeberkan tentang tipe kepenulisannya. Ia lebih banyak menulis buku namun tidak diterbitkan. Ia memang bukan tipe pandai menjual ide. Ia senang menulis. Jika menemukan sesuatu yang menarik baginya, ia akan menulisnya. Tak peduli akan dilirik penerbit atau tidak, ia akan tetap menulis. Tapi Allah maha pengasih. Beberapa tulisannya sempat dilirik oleh penerbit. “Ini menjadi berkah buat keluarga,” ungkapnya sebagai tanda rasa syukur.
Bagi Ukim, bagaimana semua buku yang ditulisnya itu memiliki kesan. Ia memandang tulisan itu  seperti anaknya. Ada yang berkembang dan bermakna bagi masyarakat luas. Ada juga yang diam-diam hanya tulisan sederhana yang dibaca sahabat dekat ketika dia terpuruk di sudut kamarnya. Semuanya ia syukuri sebagai anugerah yang Maha Kuasa. Buku-buku itu terlahir sebagai yang membawa rezeki dari Allah.
Dari pertanyaan Mohammad Soni di Jombang, Ukim menjawab tentang berapa lama tenggang waktu yang diberikan untuk menulis setelah menyetorkan judul atau setelah kontrak di berikan. Dan apakah setelah mendapat kontrak menulis di penerbit mayor, akan di tawari kerja sama lagi setiap tahunnya? Ia mengatakan bahwa ketika bertemu penerbit, ia sudah membawa naskah secara utuh. Dari naskah itu kita mulai membicarakannya dengan penerbit.
Ada hal yang menarik dari yang dipaparkan Ukim Komarudin bahwa ia sering diminta untuk menulis terus oleh beberapa penerbit karena beberapa bukunya yang dipergunakan di lembaga pendidikan terbit terus. Sekarang sudah  ada belasan jilid yang dibuatnya. Namun, secara jujur pula ia mengatakan tentang sulitnya mengatur waktu atau menjadikan menulis sebagai prioritas. Tapi, ia kembali ingin menanamkan rasa percaya diri  dan kesungguhan dalam menulis. Sehingga, membagi waktu dan prioritas adalah hal yang paling mendasar untuk menjadi penulis yang baik.
Sri Budi Handayani dari Gresik bertanya tentang bagaimana mengetahui gaya selingkung penerbit. Ia mengatakan tidak terlalu memikirkan tentang itu. “Bisa terkuras energi kita jika memikirkan hal itu. Itu sebabnya, saya menulis untuk diri saya. Jadi, ketika itu jadi duit, syukr Alhamdulillah. Lalu, saya tak mendapat konfirmasi sekaligus royalti, padahal di belakang saya mereka menerbitkan dan menjual buku saya,” ungkapnya sabar.
Tentang pertanyaan yang sering dilontarkan peserta yang cepat merasa bosan dalam menulis, Ukim mengatakan seorang penulis harus bertanya kepada dirinya, “siapa saya?” menurutnya kita harus menempatkan diri sesuai stamina dan kecenderungan diri dalam berkreasi. Ada penulis bertipe sprinter, maka ia akan mepilih menulis cerpen. Kalau Marathon, pilih novel. Mungkin harus bertahap. Dari lari jarak pendek, akhirnya bisa lari jarak jauh.
Ada yang disebut, Premis (tema besar). Biasa terdiri atas satu paragraf. Hebatnya, ia adalah sebuah headline yang memegang pergerakan ide, tokoh, dan alur cerita. Penulis hebat memulai dari situ. Dalam hal ini, ia meyakinkan bahwa jika seorang penulis tidak memulai dari situ, kemungkinannya kalah tenaga, atau tulisannya ngawur kemana-mana.
Ada lagi yang bertanya dengan menyebutkan tipe penulisannya sebagai seorang yang sering menyembunyikan karya jika belum final. Disampaikan oleh Ukim, bahwa permasalahan yang banyak dialami oleh penulis pemula adalah sering serakah. Ia ingin menjadi penulis sekaligus editor. Akhirnya, nggak jadi-jadi. Baru satu bab dikoreksi. Baru lima lembar disalahkan sendiri. “Ya, ambyar,” candanya.
Jika ada ide, tulis saja! Nanti ada jurinya. Yaitu diri sendiri, teman penulis, dan akhirnya editor. Jika banyak orang yang menganggap tulisan kita tidak laku di pasaran atau tidak bagus, itu tidak mengapa. Karena ada suatu masa nanti, yang dikatakan banyak orang jelek, saat itu malah dicari dan dibenarkan orang. Membacalah yang banyak. Hebatnya, Tuhan Mahakreatif dan Penyayang. Kita akan tumbuh menjadi diri sendiri tidak seperti Tere dan lainnya. Memang ada sedikit unsur, seperti ... tapi dalam dunia imajinasi itu sah. namanya terinspirasi oleh seseorang…
Seorang pemula harus menjadi sang berani. Terlebih dahulu, mulailah menulis dengan membaca buku-buku yang diduga akan mirip ekspresi bentukannya seperti buku yang akan kita buat. Ketika kita datang ke perpustakaan atau toko buku, kadang-kadang kita membaca hanya untuk mendapatkan inspirasi. Kita harus menanamkan keyakinan dan berani memulai. Kalau kita kurang yakin, celakanya pembaca juga akan demikian. Mulailah banyak membaca karya-karya yang bagus yang dapat memotivasi diri. Dari situ, akhirnya kita akan memiliki kemampuan yang baik.

Foto ilistrasi: Siswa SMK Negeri 1 Karimun - Kepri
Terakhir, Ukim menjawab pertanyaan dari Hetty, tentang bagaimana menjadi penulis yang baik. Menurutnya, penulis yang baik adalah pembaca yang baik. Banyak-banyaklah membaca sehingga akan mampu menulis. Ia menyatakan persetujuannya  dengan himbauan menulislah setiap hari. Tapi, harus disertai dengan membaca agar tulisan menjadi lebih berkualitas.  Itu hukumnya, Het. Menulis (produktif) pasokannya adalah membaca (receptif). Dengarkan respons dari sekitar. Kita memang membutuhkan orang yang membuat kita terlecut menjadi lebih baik.
§  Penutup
Pada akhirnya kita akan menjadi diri kita sendiri. Termasuk dalam hal karya. kita akan menemukan warna, tipe, dan kekuatan sendiri dalam menulis. Ketika teman-teman memuji tulisan kita, maka di saat itulah kualitas naik ke permukaan. Teruskan dan pupuk kekuatan itu. Sampai kalau serpihan tulisan kita jatuh di jalanan, ada seorang teman yang mengantarkan kepada Anda bahwa ini tulisan milik Anda. Saat itu kita akan bertanya, "kok, tahu sih ini tulisan saya?" Dia akan jawab, "Saya sudah hapal itu gaya tulisan kamu." Hehe…

2 komentar: