Kamis, 19 November 2020

ROTI KUBO

Sebuah Opini : Tinjauan Umum Tentang Sebuah Usaha Produksi yang Tak Pernah Mati


"Roti Kubo". Mendengar namanya yang asing dan menggelitik di telinga, tekak ini seketika akan dibuat berubah. Seperti menolak, tekak ini pun akan enggan dipujuk untuk dapat berdamai atau sekedar memberi laluan aar keping roti ini bisa segera masuk ke lambung. Tidak lain ini karena sebutannya yang aneh, yaitu Roti Kubo. 

Roti Kubo atau Roti Kuburan. Ini menjadi sebuah penamaan yang terdengar cukup sadis tapi tak membahayakan. Panganan yang telah banyak memenuhi pasar dan terbuat dari adonan tepung gandum ini cukup "direndahkan" atas pemberian namanya. Padahal panganan ringan ini sangat membantu dalam melepaskan rasa lapar walau bersifat sementara.

Bayangkan jika tidak ada sesuatu yang bisa dimakan saat perut benar-benar lapar dan keroncongan? Tentu dengan membawa beberapa keping roti kering ini ke mana pun pergi bisa memberikan manfaat besar demi mengalas rasa lapar itu.

Kelihatannya orang-orang pada lupa kalau dalam banyak situasi, roti kering yang satu ini sangat membantu mengurangi rasa lapar. Roti ini memang tidak gurih bila dibandingkan dengan yang lain sederet dengannya. Walaupun bukan makanan pavorit dari segi cita rasa,  namun harganya yang murah menjadikan makanan ringan ini diburu banyak orang.

Barangkali, peluang pasarnya tak akan pernah mati. Saat banyak perusahaan bangkrut dan gulung tikar karena terdapak pandemi Covid-19, Roti Kubo ini masih terus nangkring di berbagai rak-rak penjualan di warung, toko, dan pasar.

Lihat bagaimana roti ini dijual? Penjualan roti ini mampu memenuhi seluruh pasar; kedai, warung, hingga ke toko swalayan di seluruh pelosok tanah air bahkan menjelajah dunia.

Harganya yang relatif rendah dan stabil membuat orang tak lupa memilihnya untuk bekal perbelanjaan yang akan dibawa pulang. 

Wah, tidak disangka dari membaca ini,  saya dan Anda mengenal strategi usaha yang besar dan dikemas secara sederhana. Yaitu, strategi produksi dengan mengolah bahan yang murah dengan penjualan yang juga murah. Bukan sebaliknya, memproduksi sesuatu dari bahan yang mahal sehingga penjualannya juga harus mahal. Sehingga banyak yang tak mampu membelinya.

Coba bandingkan ini dengan beberapa perusahaan makanan ringan lainnya, yang bangkit sebentar lalu tumbang akibat tak mampu menjangkau pasar bawah yang nota bene masyarakat umum kelas menengah ke bawah.

Roti crackers murah ini yang sering ditemui di pasaran tetap laku dijual walau pandemi Covid-19 melanda. Soal rasa memang tidak berubah. Kalau hendak dibilang tawar, ya, memang tawar. Namun, dua varian yang masih kekal, yaitu yang diberi butiran gula pasir di permukaannya dan ada yang tidak. Semua ini masih sangat laku dijual sebagai  makanan yqng dikonsumsi. Sudah terdapat pula varian baru dengan campuran kelapa sehingga sedikit lebih renyah.

Dengan begitu tampaknya, perusahaan yang  memproduksi barang dagangan ini sedikit telah mengubah strategi dengan memberikan cita rasa berbeda demi dapat menghilangkan imej roti kubo pada melekat padanya. Walau harganya sedikit dinaikkan tapi masih tetap bersahabat serta menjadi sesuatu yang wajar. Ini strategi keren juga. Mengubah cita rasa tetapi tetap memperhitungkan peluang pasar.

Dari dulu, penjualan roti kering ini tak pernah berhenti. Tanpa disadari, sudah lama sekali ini diproduksi.

Soal nama atau sebutan, roti ini memang terdengar memiliki nama yang beragam di setiap daerah. Persoalannya, para pembeli memang tak dapat menyebutkannya secara pasti nama produk makanan ini karena ia tidak memiliki nama yang khas. Sama halnya, orang lebih mengenal Aqua untuk menyebutkan air mineral kemasan yang banyak dijual. Padahal, Aqua itu adalah merek dagang. Begitu pula orang menyebut kendaraan roda dua sebagai honda. Padahal lagi-lagi ini adalah merek sebuah produk dagang. 

Roti ini ada pula yang mengenalnya dengan sebutan Roti Gabin. Sekelumit sejarah penamaan "gabin" ini, dulu ini dinamakan dengan "cabin biscuits". Biskuit yang akan disajikan kepada para penumpang kapal yang berada di dalam kabin sebagai panganan ringan di kapal.

Cabin Biscuits berubah menjadi Roti Gabin. Begitulah akhirnya panganan ini menjadi berubah sebutannya karena disesuaikan dengan lidah orang Indonesia.

Namun, apa yang terjadi dari beraneka penamaan roti crackers ini? Setiap penamaan yang muncul tampaknya tak ada yang istimewa. Sehingga setiap nama yang melekat padanya, hanya terkesan ingin memberitahu tentang harganya yang murah bersahabat. Tidak neko-neko karena bisa siapa saja yang ingin mencobanya. Silahkan menikmati atau merasakan sensasi apa yang dimilikinya. Hehe... 

Upps.., tapi ada juga yang menarik, nih! Dengan memakan roti kering ini, beberapa kalangan dari generasi legend jadi dapat mengingat kembali masa silamnya yang sudah berpuluh tahun ditinggalkan.

Roti ini sudah diproduksi lama sekali. Hehe..,  barangkali pada zaman penjajahan sudah ada. Dengan memakannya juga, seakan mampu membuka lembaran nostalgia masa lalu yang tak dapat terekam baik dalam hape atau pun laptop. Tidak seperti sekarang ini, jeprat jepret sana  sini sudah bisa diabadikan melalui berbagai aplikasi internet.

Lagi-lagi berbicara nasib Roti Kubo selalu jadi sebutan yang remeh dan menjadi bahan tertawaan bagi banyak orang. Padahal, roti kering ini bisa lesap dari bungkusnya dalam sekejap. Bayangkan, roti sebungkus orang yang mengambilnya ada sepuluh orang.  Hehe... Cara makannya yang bisa dilakukan sambil duduk dan berdiri, membuat panganan ini tidak harus disisakan.

Sementang pun (walaupun) pemberian namanya yang beragam dan aneh, tidak berarti orang yang mengonsumsinya terbatas untuk orang-orang tertentu saja.  Dari kalangan bawah sampai tingkat atas pun banyak yang sudah menjadikannya sebagai cemilan.

Saat dalam keadaan lapar, siapa yang akan tahan sementara roti kering ini dengan senyumnya mempersilahkan dirinya untuk dijamah dan mencicipinya. Siapa pun tentu pula akan memanfaatkannya demi bisa mengalas perut. Dua tiga keping roti, jelas akan bisa bertahan dalam satu dua jam ke depan.

Kue kering yang lugu ini ada pula yang menyebutnya dengan sebutan roti jagung. Walaupun sebenarnya roti ini tidak berbahan tepung jagung tetapi gandum. Penamaan ini mungkin akibat salah menafsirkan terhadap gambar yang terdapat pada bungkus roti, yaitu bunga gandum yang disangka bunga jagung. Maklum, gandum tidak populer ditanam di Indonesia sehingga banyak masyarakat yang tidak mengenalnya.

Roti yang cukup kalori ini, sangat baik dikonsumsi. Kemasannya yang praktis dan aman bisa dibawa kemana-mana, bisa juga untuk dibawa berpiknik, pergi bekerja ataupun sebagai buah tangan.

Kesimpulannya, terkait masalah penamaan yang banyak diperkatakan oleh konsumen terhadap sebutan roti kubo tidak akan terlalu berpengaruh sehingga dapat menurunkan omset penjualan. Yang terpenting adalah produk makanan ini tidak boleh mengandung unsur dari bahan-bahan yang berbahaya bila dikonsumsi.

Selanjutnya,  masalah cita rasa tergantung dengan lidah seseorang. Tawar, manis, asam, asin, dan pahit adalah hal yang relatif. Saat seseorang mengatakan suatu makanan yang dirasakannya itu tawar atau asin, justru banyak pula orang yang mengatakan sebaliknya. Jadi, sebuah hikmah yang dapat dipetik adalah tentang peluang tetap terbuka dalam membangun dan mengembangkan usaha. Sementara kita bisa melakukan sebuah usaha, mengapa tidak mencoba dan melakukannya. Jangan putus asa sebelum kita benar-benar memiliki peluang yang terbaik dan memberi keuntungan.