Minggu, 10 Mei 2020


Back to School
Kembali Melaut di Tengah Badai?

Kementerian Pendidikan Dan Kebudayaan (Kemendikbud) Akhirnya Mengungkapkan Rencana Kapan Siswa-Siswa Di Indonesia Dapat Mulai Kembali Masuk Ke Sekolah Lagi.

(Narator: HAMDANI)

Berita yang dilangsir dari Wowkeren.com (9 Mei 2020) menyebutkan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) berencana membuka kembali sekolah-sekolah pada awal tahun pelajaran baru sekitar pertengahan Juli 2020.
”Kita merencanakan membuka sekolah mulai awal tahun pelajaran baru,” ujar Plt. Direktur Jenderal PAUD, Pendidikan Dasar dan Menengah Kemendikbud Muhammad Hamid seperti dilansir dari CNNIndonesia melalui pesan singkat, Sabtu (9/5). Sekitar pertengahan Juli. Namun, rencana ini pun hanya dimungkinkan untuk sekolah-sekolah yang berada di daerah bebas corona atau dinyatakan aman dari COVID-19.
Namun, sekolah-sekolah maupun institusi pendidikan yang telah dibuka tersebut tetap akan menerapkan standar protokol kesehatan yang ada demi mencegah penularan virus corona. Salah satunya adalah dengan wajib menggunakan masker.
Sebelumnya Kemendikbud sendiri telah menyiapkan tiga skenario belajar di tahun ajaran 2020/2021 dalam menghadapi pandemi virus corona. Pertama kegiatan belajar dilakukan di sekolah, sebagian di sekolah dan sebagian PJJ, serta sepenuhnya PJJ sampai akhir tahun.

Berita terakhir  berdasarkan data dari covid19.go.id hingga Sabtu (9/5) telah ada 13.112 kasus positif COVID-19 di Tanah Air.ini, Kasus virus corona di Indonesia ternyata masih terus mengalami kenaikan yang cukup signifikan setiap harinya.
Lalu, akankah kita melaut di tengah badai?
Ada banyak pendapat yang kontroversial terkait ‘rencana kembali ke sekolah di saat wabah covid-19 yang belum usai’. Berbagai sudut pandang dan pendapat tentangnya seakan terus meminta pembenaran bahwa covid-19 adalah ancaman kemanusiaan yang harus ditangani secara tuntas sekaligus menjalankan aktivitas dan belajar dari rumah. Atau sebagian lagi justru menganggap sistem Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ) akibat wabah ini menimbulkan persoalan baru di tengah-tengah keluarga. Sebagian orang tua merasa dipusingkan dengan berbagai permasalahan pembelajaran yang sangat awam untuk dapat dipaahami.
Perdebatan pun tak bisa dihindari. Ini adalah bentuk tendensius dari masyarakat yang sudah semakin tercerdaskan oleh kemajuan teknologi informasi. Sehingga, baiknya kita melihat perdebatan ini sebagai suatu hal yang biasa dan secara positif akan mengajarkan kita untuk bisa memberi dan menerima. Tidak sekedar mampu mengemukakan argumentasi ke kancah perdebatan, namun kita juga berlatih untuk bisa menjaga sikap dalam mengeluarkan dan menerima pendapat.

Saya mengajak para pembaca untuk menyimak beberapa perdebatan yang terjadi dari judul pemberitaan di atas.

Membuka sekolah dalam situasi sulit yang menyangkut keamanan dan kesehatan adalah sebuah dilematis. Pertama, sebagian orang tua yang anak-anak mereka masih dalam masa belajar, menemukan banyak kendala belajar di rumah. Intensitas belajar mereka menjadi sangat sedikit, sementara masa bermain menjadi lebih banyak.
Banyak orang tua meluahkan pikiran mereka  dalam berbagai ruang dan kesempatan di berbagai perjumpaan baik langsung maupun di media cetak atau online.  Sikap ketidakmampuan yang mereka tunjukkan turut memberi petunjuk bahwa pendidikan itu memerlukan sosok guru. Beberapa pemerhati  pendidikan mengemukakan pendapat mereka. Doni Koesoema menyatakan bahwa pendidikan itu seharusnya dari jarak dekat, bukan jarak jauh seperti yang diributkan sekarang ini. Bila pendidikan itu adalah tentang belajar memaknai kehidupan, maka ia harusnya dekat, sedekat jantung dengan hati, sebagai sumber kehidupan dan spiritualitasnya.
                                                   
Pendapat ini ingin menegaskan bahwa sebuah pendidikan akan sangat berarti apabila ada kedekatan antara guru dan murid. Bukan alat, metode, atau cara mengajarnya. Sebuah kekeliruan bila di masa covid-19 ini kita sibuk dengan sarana, sehingga melupakan tujuan pendidikan, yaitu mendekatkan anak-anak dengan kehidupan dengan apapun caranya. Sebab apa yang ada di dalam hati, di situlah inti kehidupan.

Ditambahkan oleh Doni, yang mengutip sebuah ungkapan seorang bijak, yaitu 'di mana hatimu berada, di sanalah hartamu berada'. Maka, alih-alih sibuk dengan sarana, para guru semestinya belajar mengenali isi hatinya sebab di sanalah harta yang terbaik itu akan ia berikan pada murid.

Namun, jika ukurannya adalah belajar jarak dekat yang menjadikan pendidikan bisa berjalan baik, justru andil orang tua tentu akan jauh lebih penting dalam melakukan pendekatan dengan sang anak. Orang tua seyogyanya menjadi sosok utama yang dapat berperan ganda sebagai orang tua dan guru. Di sinilah hubungan batin akan muncul. Lalu dapat menumbuhkan rasa kasih sayang dan kepedulian yang tinggi. Ingat, sekarang ini kita sedang mengalami krisis kepercayaan. Pembenahan sebaiknya tidak alih-alih diserahkan kepada guru. Orang tualah yang seharusnya lebih banyak berperanan. Selanjutnya, secara perlahan guru akan merasa terbantu karena kepedulian orang tua yang sangat tinggi. Lalu, sarana menjadi satu nilai tambah yang bertujuan untuk meningkatkan potensi akademik mereka.

Nah, oleh karenanya kita harus mengambil kesempatan ini untuk memulai dan melakukan perubahan besar dalam pembinaan anak-anak serta keluarga. Dalam hal ini, kita semuanya harus berbenah. sehingga sangat tepat kiranya  jika hari ini kita melakukan belajar dari rumah. Belajar dalam arti yang sangat luas yaitu menumbuhkan rasa dan kepedulian sesama keluarga. Pembinaan keluarga yang dimulai dari rasa cinta dan untuk orang-orang yang dicinta. Pendidikan  bukan sekadar mengajar dan mendikte. Seisi rumah, harus dapat memberi contoh  dan mengajarkan keteladanan. Sehingga, jika keteladanan telah tertanam di jiwa masing-masing anggota keluarga, maka akan mudah kita melakukan perubahan yang lain. 

Mari kita melek, melihat pada kenyataan sekarang ini. Tidak sedikit para orang tua yang sibuk dengan halnya masing-masing. Lalu, mengabaikan pendekatan pada anak-anak demi alasan yang hanya menonjolkan ego.

Kemudian, bagaimana menjawab pertanyaan tentang bagaimana anak-anak dapat melakukan pembelajaran online dengan baik, sementara fasilitas belum memadai? Belajar jarak jauh itu sekurang-kurannya memerlukan android atau gadget. Andainya mereka tidak punya, sebagai mana juga masih banyak di kampung atau desa. Apakah tidak berdampak pada penilaian? Atau justru ini menampakkan diskriminatif dalam pendidikan?

Di tengah pandemi saat ini, di mana perekonomian keluarga juga menurun, pemenuhan kebutuhan belajar anak terasa menambah pengeluaran bagi sekalangan orang tua. Rasanya ini sangat wajar jika muncul pertanyaan tersebut. Jadi, masing-masing orang akan berpendapat serta berspekulasi sebagaimana yang ia rasakan saat ini. Sangat sulit untuk mengambil pendapat rasionalitas yang dapat mewakili semua.

Persoalan lain yang paling prinsip juga tentang pembelajaran yang menggunakan sistem daring (dalam jaringan) telah pula melahirkan perubahan besar dalam pendidikan kita? Ini lagi-lagi menunjukkan ada banyak aspek orang akan berbicara sesuai yang dialami atau dilihatnya. Namun, sebagai sebuah bangsa dan kita hidup bernegara,  penyelesaiannya pendidikan tampaknya kembali dipulangkan kepada pemerintah untuk membuat keputusannya. Mereka adalah orang-orang dari kalangan cerdik pandai yang sangat diharapkan kapabilitasnya dalam menentukan arah kebijakan.
Perubahan itu adalah sebuah keniscayaan. Jalan panjang dan tantangan kepada Nadiem untuk mengubah wajah pendidikan adalah sangat dinanti. Bercerita dari peringatan Hari Guru Nasional 2019, ia tanpa basa-basi mengatakan perubahan dalam pendidikan Indonesia harus dimulai dan berakhir di tangan guru. Sebenarnya ini adalah sebuah fakta yang harus dijalankan. Selama ini, Nadiem sudah menilai ada sesuatu yang harus diperbaiki. Untuk itu Nadiem meminta agar para guru mampu melakukan inovasi tanpa menunggu perintah. Ia juga meminta para guru bergandengan tangan dengan teman sejawat yang sedang mengalami kesulitan serta  merangkul murid untuk diarahkan sesuai kemampuan.
Jalan Panjang dan Tantangan Nadiem Ubah Wajah Pendidikan
Mendikbud Nadiem Makarim. (ANTARA FOTO/Wahyu Putro A).

menunjukkan sikap friendly, ia juga menawarkan agar guru lebih bebas dalam mengajar dan tidak terkungkung pada persoalan yang bersifat administrasi.


Benarkah  membutuhkan jalan panjang untuk mengubah sistem pendidikan? Sumber daya manusia (SDM), manajemen, dan kurikulum merupakan hal yang memang harus disejalankan. Terlebih lagi saat ini mindset sudah saatnya diubah. Dalam hal Sumber daya Manusia, banyak guru yang sebetulnya tidak pernah benar-benar ingin menjadi guru. Belum lagi mereka dipaksa untuk terus mengikuti kurikulum yang berlaku.

"Guru-guru kita yang masih aktif merupakan produk dari sebuah sistem yang kurang mendukung. Dulu orang pengin jadi guru karena pilihan terakhir, sehingga yang mau jadi guru bukan orang hebat yang kita bayangkan," ucap Nadiem dari forum Hari Guru Nasional 2019, sebagaimana dilansir dari CNN Indonesia | Rabu, 27/11/2019 16:06 WIB
"Background seperti ini mau dibawa perubahan yang modern enggak gampang, jadi ini sebuah langkah maju tapi beban berat ini yang harus ditempuh," lanjut dia.

Dalam hal manajemen dan visi pendidikan, pemerintah harus memikirkan cara untuk membuat sistem yang berkelanjutan serta memberi kemudahan bagi guru dalam mengajar dan mendidik.
Jalan Panjang dan Tantangan Nadiem Ubah Wajah Pendidikan
Guru honorer menggelar demo meminta kejelasan nasib.
Sumber daya manusia dinilai jadi salah satu PR Nadiem. 
(CNN Indonesia/Safir Makki)

Ada image, ganti presiden ganti kurikulum.  Nadiem sangat tidak menginginkan ini terjadi. Oleh karena itu, ia sangat konsen untuk terus memikirkan dan membuat gebarakan bagi tercapainya program pendidikan yang dirancangnya.


Andreas, seorang Pengamat Pendidikan dari Komnas Pendidikan menilai bahwa kurikulum yang diterapkan harus sesuai dengan kebutuhan anak di Indonesia. Satu di antaranya, ia berharap, ada kurikulum soal mengubah pola pikir peserta didik. Dengan pola yang baru diharapkan bisa menciptakan pengusaha muda dan siap bersaing di kancah internasional.

Pengamat Pendidikan Mohammad Abduhzen memandang langkah Nadiem patut diapresiasi. Namun persoalan pendidikan di Indonesia begitu kompleks. Mengubah wajah pendidikan menurutnya mustahil tanpa dukungan semua pihak, terutama dari Presiden Joko Widodo.

Dalam hal ini, Nadiem tak bisa dibiarkan sendiri  dan harus didukung penuh oleh semua kalangan. Karena keberhasilan dalam setiap lini kehidupan bermula dari keberhasilan dunia pendidikan.  

Jalan Panjang dan Tantangan Nadiem Ubah Wajah PendidikanKurikulum jadi salah satu yang harus dibenahi untuk mengubah sistem pendidikan. (CNN Indonesia/Daniela Dinda)

Di balik semua itu, persoalan pendidikan kembali goyang karena wabah covid-19. Nadiem lagi-lagi harus membanting stir untuk mengendalikannya agar perahu yang dikemudikannya tidak terbalik. Bersamaan dengan itu pula, berbagai pertanyaan terus mengambang ke permukaan dan harus dijawab secara marathon agar di ujungnya menghasilkan sebuah perubahan besar sebagaimana yang diinginkan oleh banyak pihak.

Bersambung...


Tidak ada komentar:

Posting Komentar