Rabu, 08 April 2020

Sadis, Orang yang Bernama Jay itu Menyepakku?

Oke, ini sangat serius! 😯 Aku lupa entah kapan aku dipungut dan dimasukkan ke tempat penampungan ini. Saat ditanya, siapa yang mengangkutku ke tempat ini, aku menjawab tidak tahu. Ya, bagaimana tidak? Sejak semula, aku memang tak mengenalnya sama sekali. Hmm, yang kutahu orang itu bernama Jay. Dia itu sungguh terlalu...  Sekarang bersiaplah menunggu pembalasanku, Jay. 

Kali ini sudah kepalang hilang kesabaranku. Aku akan melaporkan orang yang bernama Jay, berikut semua karibnya yang menyeretku ke tempat ini. Aku pasti akan memalukan mereka sehingga tak mungkin seseorang pun dapat melupakannya selamanya.

Tunggulah pembalasanku, Jay!

Sabar dulu, dari semula aku sudah berniat  ingin memaki hamun orang-orang yang bertindak paksa hingga tega 'menempelengku'. Tidak hanya itu, mereka bersama-sama menyentil telingaku, menampar, bahkan menyepakku. Beberapa kali aku hampir menggila untuk melawan kehendak mereka. Tapi kala itu, saat yang tepat belum kudapatkan.

Dengar, ya! Entah apa yang merasuki mereka? Apakah mereka menganggapku sebagai pesakitan yang mesti diasingkan? Lalu membenamkanku dalam karantina ini? Atau mereka gembira memenjarakanku di dalam tahanan. Hmm, aku sehat-sehat saja, Jay. Aku tidak 'gila' untuk melakukan kebodohan. Bersiaplah untuk menunggu apa yang aku lakukan. 

Dengar lagi! Beberapa orang yang senasib denganku yang tak tahan dengan kebisingan dan tekananmu,  akhirnya telah lebih dahulu melompat ke luar dari jendela dan pintu darurat demi bisa melarikan diri. Aku juga seperti mereka. Ingin rasanya aku terjun bebas dari lantai delapan tempatku dikarantina. Hanya saja tempat ini terlalu tinggi dan bisa menyebabkan aku mati sia-sia.

Di samping itu, aku masih waras untuk bisa mengetahui rencana yang akan mereka lakukan. Inilah saatnya aku bisa mengamati beberapa perbualan mereka secara lebih dekat. Diam-diam aku mengintai percakapan mereka, tanpa mereka sadari.

Sungguh, mereka itu yang kulihat beringas, ternyata bukan orang jahat. Mereka bukan eksekutor apalagi  pelakor (perebut laki orang). Ya, mana mungkin juga. 😀

Mereka itu pantas kusebut sebagai para pendekar negeri padang pasir yang kekeringan dan tandus. Mereka rela berpanas-panas demi hendak menumpas musuh-musuh dari zaman kejahilan yang masih tersisa. Sungguh celaka, musuh-musuh itu rupanya telah merambah masuk ke kota sampai ke desa-desa di negeriku. 

Banyak orang dibuat tak punya nyali dan keberanian. Lalu penindasan terhadap kreativitas terus terjadi dan memakan korban yang tidak sedikit. Aduh, ini seperti corona yang menggeroti jiwa manusia dengan perlahan dan mematikan. Akhirnya, ketika dokter dan tenaga medis datang membantu, apakah jiwanya harus terkorban dan lebih dulu terkubur? Tapi itulah sebuah perjuangan yang besar. Jika tidak berlebihan, aku juga ingin menyebutnya para oendekar itu adalah Pahlawan.

Kuceritakan lagi bahwa awal mulanya dari beberapa waktu belum lama ini, saat para pendekar menemukanku hampir terkapar, aku sedang berada di ujung jalan antara ingin berangkat berjuang atau kembali dengan memilih kalah sebelum berlaga. 

Waktu itu aku berpikir, jika aku tetap meneruskan perjuangan, mungkin bakal sia-sia belaka. Aku sudah tidak memiliki banyak waktu dan tenaga lagi. Apalagi amunisi pun sudah mulai menipis. Bisa saja aku akan jatuh beberapa langkah setelah melanjutkan perjalanan. Atau aku memilih berbalik arah dengan membawakan perasaan hampa di ujung usiaku. Kelak,  tidak sesuatu pun yang dapat kugoreskan jadi kenangan, sebagai jejak perjuanganku di masa mendatang. Ah, itu sungguh menyedihkan. Janganlah sampai terjadi!

"Maaf, Jay. Ehh.., Om Jay.  👏 Aku ingin mengurungkan niatku untuk semua ini. Aku sampaikan ini kepada Om Jay, lupakan saja semuanya tentang ceritaku mengenai Jay. Dia tidak seperti yang kuceritakan. Maaf, emosiku masih memuncak dan meledak-ledak sebelum ini. Cukup sudah,  takkan kuulangi lagi. Kuharap Om Jay tidak menceritakan ini kepada Jay dan semua sohibnya. Aku takut, setelah ini dia tak akan mau menerimaku lagi. Aku sudah terlanjur cinta dengan semua yang mereka lakukan. Di sini aku dapat belajar tentang sesuatu. Ah, bukan sesuatu tapi banyak. Mereka yang kusangka musuh ternyata bukan. Mereka itu adalah saudara sejatiku di dunia yang mereka bangun ini. Tidak pernah bersua, namun semangatnya memberikan kehidupan bagiku. Aku tak tahu harus bagaimana bilang terima kasih pada mereka? Bersyukur mereka telah memungutku dan memberiku asupan gizi. Jika tidak, aku akan jadi seorang gelandangan yang bermimpi memiliki rumah besar. tapi tak ada sesuatu yang dapat kulakukan untuk mewujudkannya. 

Terima kasih kepada semua yang dengan iklas mengajari kami yang tersisa. Kami, jika bintang akan berada di langit tinggi. Tapi jika meteor kami akan jatuh.

Hehe.., semoga setelah ini, aku tidak benar-benar dicampakkan ke jalanan. Izinkan aku berada di rumahmu, walau belum banyak yang bisa kuperbuat. Aku ingin mengenal kalian lebih dekat, sampai akhirnya, aku diterima tidak lagi sebagai pecundang. Tapi menjadi saudara kandung, atau kekasih baru. Hehe...😊

Terima kasih semua. 
Wassalam.

7 komentar: