KEBAHAGIAAN ITU DIBANGUN, BUKAN DICIPTAKAN
Suatu ketika, saya membaca sebuah tulisan pendek yang berbunyi kebahagiaan itu harus diciptakan, bukan dicari. "Sangat setuju, tetapi ...."
Lalu saya langsung menelisik sang pembuat status di laman facebook miliknya itu. Oh, ternyata ia memang si pemilik kebahagiaan itu. Saya langsung meng-klik tanda like tanpa harus membaca hingga selesai apa yang ditulisnya. Saya percaya, orang itu memang pantas mendapatkan kebahagiaannya.
Namun beberapa saat setelah meng-klik tanda suka itu, imajinasi saya mulai bermain. Saya kembali membuat tulisan di kolom komentar di laman facebooknya itu. Menurut saya kebahagiaan itu dibangun, bukan diciptakan.
Kebahagiaan itu Allah yang menciptakan. Dan di sebalik itu, Dia juga menciptakan kesedihan. Jika dikaruniai kebahagiaan, manusia tentu akan merasa sangat senang dan bersyukur atas nikmat yang diberi oleh-Nya. Namun saat duka datang melanda, manusia banyak yang berputus asa dan bahkan mengumpat pada Tuhan. Na'udzubillahi min dzaliq. Semoga hal seperti ini tidak terjadi pada diri kita.
Kebahagiaan yang dirasakan oleh manusia itu berbeda-beda pula tingkatnya. Ada kebahagiaan semu, kebahagiaan sementara, dan kebahagiaan yang hakiki. Pastilah tidak ada kebahagiaan yang paling dirindukan yaitu kebahagiaan akhirat untuk mendapatkan balasan syurga dari-Nya.
Dalam konteks kebahagiaan yang dimaksud,
secara mendasar arti kebahagiaan itu adalah emosi positif yang dirasakan oleh seseorang. Begitu pula dari segi tindakan, menunjukkan aktivitas positif dari hal yang disukainya.
Nabi Shallallahu 'alaihi wasallam memberi tuntunan tentang bahagia.
Dari Abu Hurairah r. a., Nabi Muhammad SAW bersabda:
"Kaya (ghina') bukanlah diukur dengan banyaknya harta atau kemewahan dunia. Namun kekayaan adalah hati yang selalu merasa cukup." (HR. Bukhari dan Muslim)
Kebesaran hati menerima pemberian Allah adalah kebahagiaan. Orang yang bahagia itu, ketika Allah memberinya kebaikan, ia bersyukur. Dan apabila diberi kesulitan, ia bersabar. Ketika diuji dengan permasalahan hidup, ia fokus pada Dzat yang memberikan masalah, yaitu Allahu Subhanahu Wata'aala.
Janganlah kita bergantung kepada makhluk dan berharap penuh dapat menyelesaikan permasalahan yang sedang kita hadapi. Tetaplah fokus pada pertolongan Allah. Karena Berharap pada makhluk dapat menyebabkan kita mengalami kekecewaan. Namun jika kita menerima setiap persoalan dan permasalahan dalam kehidupan ini dengan lapang dada, niscaya hati kita akan merasakan hadirnya kebahagiaan itu. Jangan mengeluh dan berburuk sangka pada-Nya. Sehingga kita mengumpat dan menjadi kehilangan kesyukuran pada-Nya.
Jalan kebahagiaan yang Allah bukakan untuk kita sangat luas terbentang. Ketika kita menghadapi kesusahan, bukankah Allah juga memberikan jalan ke luar? Ia melepaskan sekian banyak kesulitan yang kita jalani agar kita senantiasa dapat bersyukur dengan segala nikmatnya.
Di dalam kesulitan ada kebahagiaan. Sebagaimana yang tertulis dalam Al Qur'an Nur Karim - Surat Al-Insyirah Ayat 5-6 :
"Karena sesungguhnya, sesudah kesulitan itu ada kemudahan. Sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan."
Saat kita diberi pertolongan oleh Allah dan terlepas dari kesulitan, itu adalah kebahagiaan. Kita sering melupakan, setrlah sekian banyak ia melepaskan kita dari kesulitan demi kesulitan.
Kebahagiaan dunia itu hadir dan pergi mengikuti suasana hati manusia. Lalu, apa yang kita inginkan dari kebahagiaan dunia? Yaitu kebahagiaan dunia yang mengantarkan kita kepada kebahagiaan akhirat.
Kita hendaknya menjalankan kehidupan ini dalam rambu-rambu kebaikan agar kebahagiaan itu senantiasa dapat kita peroleh. Sebaliknya jika kita ke luar dari rambu-rambu kebaikan, maka kebahagiaan yang kita peroleh hanyalah bersifat semu. Kebahagiaan seperti ini tidak akan membawa kita kepada kebahagiaan sesungguhnya, yaitu kebahagiaan yang kekal dan abadi.
Menurut saya, sebagai makhluk yang serba kekurangan, sudah tentu kita tidak bisa menciptakan kebahagiaan yang kekal dan abadi di muka bumi ini. Itulah sebabnya kita bukan yang menciptakan kebahagiaan itu.
Kebahagiaan itu dibangun bukan diciptakan. Karena kebahagiaan itu umpama benih yang akan tumbuh baik bila dirawat. Sebaliknya, kebahagiaan akan sirna jika kita tidak memperdulikannya. Oleh karena itu, sudah sepantasnya kita membangun kebahagiaan itu.
Bagaimana membangun kebahagiaan?
Membangun kebahagiaan terlebih dahulu dimulai dari menata hati dan perasaan agar selalu bersangka baik dalam setiap keadaan. Kebahagiaan itu adalah hati yang mampu menerima setiap keadaan yang tercipta oleh kebesaran Tuhan. Berkeluh kesah hanya akan membuat kita semakin dirundung kesedihan. Tiada masalah yang dapat diselesaikan dengan kesedihan.
Segala sesuatu yang terjadi adalah kehendak Allah,Tuhan yang yang telah menciptakan. Bersyukur dan bersabar serta melakukan pengamalan agama yang sempurna, adalah jalan menuju kebahagiaan dunia dan akhirat
Wallahu a'lam bishshowab