Kasih.., aku mencintaimu di atas segalanya. Maafkan aku yang lama nian meninggalkan-Mu. Bukan karena ku tak mengerti tentang surat cinta yang Kau tuliskan untukku. Kau bercerita tentang kasih-Mu yang tulus dan setia. Tentang penantian-Mu menerimaku kembali dipelukan-Mu. Tentang kemaafan-Mu atas segala silap dan salahku. Aku yang terhanyut dalam fatamorgana. Menjelajah kegelapan belantara. Memencil diri di gurun yang tandus lagi gersang. Apa yang kucari dalam kesulitan melangkahkan kaki? Tak lain hanyalah cinta palsu yang menipu.
Aku bertelagah dengan perasaanku sendiri. Mengharap pada keremangan alam maya, atau bersandar pada pelukan sang Pencipta? Aku tersesat. Hilang pedoman tak bertentu arah. Seberkas cahaya yang menipu telah membawaku jauh melintasi belantara maya pada. Lelahku dalam kesesatan. Meringkuk kesepian di tinggal sang Kekasih. Aku dahaga, mengharap seteguk kasih penawar rinduku.
Kasih.., ajarkan aku mencintai-Mu! Walau temaram jalan yang kulewati, walau kabut menutupi ruang rinduku, walau badai telah merintangi jalanku, itu adalah tanda kasih-Mu padaku. Kau berikan aku duga dan prasangka. Agar aku tak jauh hanyut dalam kesesatan. Agar aku masih dapat menoleh ke belakang untuk menemukan pangkal jalan.
Cinta dunia tiada yang abadi. Dia yang dalam genggaman tak mungkin selamanya dapat dipegang. Tiba masanya, dia akan pergi. Terbang ke mana saja yang dia sukai. Menguap bagai titik-titik embun di pagi hari. Lalu sirna terpanggang terik mentari. Saat itu, kehampaan menerpa jiwa-jiwa yang gersang. Tumbuh kegundahan yang menyatu dengan rasa kecewa.
Kekasihku, terasa hadir-Mu menghangatkanku. Peluklah aku dalam dekapan-Mu! Agar damai hati ini di bawah naungan-Mu. Tak ingin lagi kujauh dari-Mu. Cukuplah sudah kembaraku selama ini. Melintasi padang kasih yang gersang. Begitu jauh aku telah berpaling pada-Mu, terasa begitu pula kerinduanku semakin tertuju pada-Mu.
Kekasihku, maafkan aku. Kini baruku kumengerti betapa cemburunya Engkau saat aku bercumbu pada lain hati. Saat itu, aku bahkan tak menyadari betapa Engkau tetap memandangku dengan kemaafan. Lalu aku dengan tolol membelakangi cinta dari yang Maha Kasih. Entah bagaimana aku pantas dicintai, jika ketulusan cinta dari yang Maha Kasih selalu kuabaikan? Atau sebaliknya aku tak memang pantas dicintai.
Dengan selalu menyeru nama-Mu yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang, aku tak ingin lagi berpaling pada-Mu. Kasih-Mu sungguh besar bagiku. Melebihi kecintaan setiap makhluk yang ada di muka bumi ini.
Ke mana lagi aku harus mencari kasih sejati? Dia begitu dekat dan tak berjarak dariku. Selayaknya aku menghambakan cintaku pada-Nya. Mengerjakan apa yang diinginkannya terhadapku. Sebagai bukti bahwa aku benar mencintai-Nya. Apalah tanda orang yang berkasih? Bila berjauhan terasa rindu, bila berdekatan teramat mesra. Melalui lantunan tasbih dan tahmid, aku mengagungkan kebesaran-Mu. Kusebut nama-Mu, hingga basah bibir ini.
Wahai, Kekasihku. Cukuplah Engkau menjadi Pelindung bagiku. Engkau yang mengerti segala kebuntuan-Ku. Engkau menghiburku dalam kesedihan, dalam kegalauan hatiku. Engkau menjagaku di saat kesepianku tiba. Menunjukkan jalanku saat salah langkahku terhalang kabut dan badai. Mengingatku saat aku terlupa. Menerangi hidupku dari sinaran kasih-Mu. Kasih.., dalam semujudku, aku mengharap ridha dan belas kasih-Mu.
Kasih.., jangan kau pergi. Dekaplah aku dalam pelukan-Mu. Agar kehangatan cinta-Mu tetap hadir mengisi kekosongan jiwaku. Kasih, jangan pernah membenciku. Izinkan cinta tumbuh bersemi bak bungan bermekaran di taman hati.
Dalam kerinduanku pada-Mu, kulantunkan zikir ayat-ayat suci tentang rasa cinta suciku pada-Mu. Semoga ia senantiasa menerangi jalan hidupku, mengobati setiap duka lara dalam hatiku.
Kasih, cintaku pada-Mu takkan pernah kubagikan kepada siapa pun jua. Engkau cahaya hidupku. Tanpa-Mu, sungguh aku tak berdaya. Layu bagai daun kering yang kehausan. Terhempas dalam ombak kekhilafan. Terpanggang teriknya gurun keangkuhan. Dan tertutup pekatnya kegelapan maksiat pada-Mu.
Aku yang lama terlena. Hanyut dalam keremangan duniawi. Berharap pada ranting-ranting patah sebagai tempat bernaung. Lalu turun panas dan hujan menimpaku. Hingga kering layu tubuhku dan membeku jiwaku.
Menyesalku merindu pada yang fana. Hingga menutup pandanganku pada kebenaran cinta sejati dari-Nya. Memasang tembok yang amat tinggi, demi memisahkan rasa cinta-Nya padaku. Aku yang tolol tak memahami keabadian. Terus berlari mengejar cinta buta dalam kepayahan. Tertatih bagai seekor serigala yang terluka dan kecewa pada dunia. Termenung bagaikan pungguk merindukan bulan. Terombang-ambing di lautan bagai perahu yang patah kemudi.
Dalam alunan dawai cinta ini, kulantunkan balada rindu pada-Mu, wahai Kekasih. Ingin kurajut kembali benang-benang asmaraku pada-Mu. Merangkai syair dan doa dalam desah nafas yang tersengal.
Di setiap sujudku, aku tak henti menyeru nama-Mu. Berbincang dalam doa-doa tengah malamku. Kala itu, Kau pun mengulurkan tangan-menyambut hadirku. Lalu kita bercumbu dalam cinta dan kasih sayang. Lalu kuberjanji untuk tetap setia. Mengharap maghfiroh-Mu. Dalam untai tasbih yang mengiringi zikirku pada-Mu.
Wahai Dzat yang jiwaku berada dalam Genggaman-Mu. Aku tak mampu berpaling dari-Mu. Ampunkan segala silap dan salahku, segala kelemahan dan kekuranganku. Rahmatilah aku dengan kasih sayang-Mu. Dan janganlah Engkau condongkan hatiku kepada kesesatan setelah Engkau memberikanku petunjuk-Mu. Aamiin.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar